Sabtu, 22 Juli 2017





 Peran Psikoterapi dalam Masyarakat
 
       Dunia mengalami perkembangan yang pesat dari waktumke waktu. Perkembangan terjadi pada berbagai aspek dalam kehidupan, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, dan lain sebagainya. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan memiliki andil dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, kehidupan manusia menjadi lebih mudah dan disaat yang bersamaan juga semakin kompleks. Dari sekian banyak macami ilmu pengetahuan yang terus mengalami perkembangan, salah satunya adalah Psikologi. Banyak sekali hasil temuan yang telah tereksplorasi dari Psikologi pada saat ini, baik dari segi teori maupun penerapannya.


       Perkembangan dari penerapan Psikologi salah satunya adalah Psikoterapi. Psikoterapi adalah suatu proses dimana masalah psikologis ditangani melalui komunikasi dan relasi antara individu dengan pihak yang memiliki keahlian dalam kesehatan mental (Psychcentral, 2016). 


      Kehidupan modern yang keras dan penuh persaingan akan memberikan banyak tekanan dan ketegangan jiwa (stres) pada masyarakat umum. Adanya kejadian-kejadian yang menambah beban kejiawaan, misalnya diberhentikan dari pekerjaan, perceraian, kematian keluarga yang dicintai, atau kehilangan barang kesayangan, semua ini akan menambag stres hingga melampaui daya tahan mental individu. Dengan demikian, akan timbul gangguan-gangguan psikis emosional yang antara lain; sedih yang berlebihan, ketakutan atau perasaan hampa, gangguan-gangguan pencernaan, sulit tidur (insomnia), dan lain-lain. Untuk menyembuhkan gangguan psikis tersebut, perlu dilakukan konsultasi dengan psikolog untuk menjalani psikoterapi (Hartono, 2017). 


       Psikoterapi memiliki peran yang penting dalam masyarakat saat ini. Banyak gangguan mental yang dipicu oleh lingkungan yang ada pada saat ini, contohnya seperti banyak media yang mempresentasikan seseorang dengan penampilan fisik yang menarik dan sempurna untuk suatu promosi. Hal ini menyebabkan munculnya anggapan bahwa orang-orang harus memiliki fisik yang sempurna itu agar menarik dan memiliki pandangan yang bias akan penampilannya saat ini, dan memunculkan perasaan tidak sempurna pada diri sendiri sekalipun individu tersebut sudah dikatakan memiliki fisik yang ideal. Gangguan ini dinamakan Body Dysmorphic Disorder (BDD), dimana individu memiliki pandangan yang bias akan penampilannya.  Psikoterapi memiliki peran dalam menangani kasus ini, yaitu Cognitive Behavioral Therapy (CBT), dimana terapis berusaha mengurangi pemikiran individu yang negatif akan penampilan dirinya dan perilaku kompulsifnya. 


        Masalah lain yang ada pada masyarakat saat ini adalah tingginya konsumsi rokok. Konsumsi rokok dapat menimbulkan konsekuensi serius bagi yang mengkonsumsinya. Psikoterapi dapat menjadi solusi atas masalah ini. Psikoterapi yang dapat digunakan adalah  Positive Psychoterapi for Smoking Cessation. Positive Psychoterapy  bertujuan untuk meningkatakan afek positif (mood positif).



 Individu yang memiliki afek positif dapat diprediksi memiliki kesuksesan dalam usahanya untuk berhenti mengkonsumsi rokok. Dalam terapinya, terapis memberikan bebrapa manfaat yang akan didapat oleh klien apabila klien berhenti merokok dan menginstruksikan kepada klien agar melakukan latihan untuk mengembangkan perasaan, perilaku, dan pemikiran yang sehat.

      Jadi, Psikoterapi memiliki banyak peran dan manfaat untuk menjawab permasalahan dan mengatasi berbagai problema yang ada pada masyarakat saat ini. Psikoterapi berusaha untuk membantu individu mencapai apa yang menjadi tujuannya dan dapat mengembangkan potensi positif yang ada pada idnvidu. 

Nama : Rizqi Bayumantari
NPM : 19514738
Kelas : 3PA01

Referensi :

Hartono, LA. (2007). Stres dan stroke . Yogtakarta: Kanisius
https://psychcentral.com/lib/what-is-psychotherapy/
https://psychcentral.com/lib/demystifying-treatment-for-body-dysmorphic-disorder/

Sabtu, 15 Juli 2017



Terapi Desensitisasi In Vivo atau Exposure untuk Specific Phobia


        Terapi Desensitisasi In Vivo atau Exposure adalah suatu teknik terapi untuk fobia spesifik, dimana klien berhadapan langsung dengan objek atau situncuasi yang membuat rasa takut klien muncul, dan klien harus berusaha menghilangkan rasa cemas atau takutnya dan menghilangkan perilaku menghindar dari situasi atau objek nyata tersebut.   

       Objek atau situasi yang membuat klien mengalami ketakutan secara bertahap didekatkan dengan posisi klien. Ketika jarak didekatkan, klien diinstruksikan untuk relaksasi seperti mengambil napas secara dalam dan perlahan lalu memngeluarkannya.   
   
      Terapi ini berusaha untuk membantu klien berperilaku tenang ketika objek yang ditakutinya mendekat atau tenang pada saat situasi yang menakutkannya itu muncul. Dan biasanya klien ditemani oleh orang-orang terdekatnya saat menjalani sesi terapi. 

      Untuk kebanyakan pasien, desensitisasi in vivo berkerja lebih baik daripada desensitisasi sistematis, terutama bagi klien yang sulit untuk membayangkan bagaimana jika diri klien dekat atau berada disituasi yang menakutkan tersebut, karena dalam terapi ini, klien secara langsung dengan objek  atau situasi yang membuat ketakutannya muncul, dan klien berusaha untuk menghadapinya lalu membiasakan dirinya. 


       Objek atau situasi yang membuat klien takut didekatkan dengan klien secara hirearki atau bertahap, lalu klien diinstruksikan untuk tenang dan merating seberapa cemas dirinya ketika objek didekatkan dalam jarak-jarak tertentu.

Sumber :
Levinson, Harold N., Steven, C. (1986). Phobia Free: A Medical Breakthrough Linking Ninety Percent  of All Phobias and Panic Attacks to a Hidden Physical Problem. New York: Springer Verlag



Sundel, Maritn., Sandra, S, Sundel. (1999).  Behavior Change in the Human Services: Behavioral and Cognitive Principles. Los Angeles: SAGE

Terapi exposure in vivo pada wanita dengan fobia terhadap ular




           Seorang wanita bernama Mariam Dum berusia 22 tahun memiliki spesifik fobia terhadap ular. Ia berusaha mengatasi masalahnya dengan meminta bantuan kepada seorang Psikolog dibidang klinis untuk mengatasi kecemasannya terhadap ular. Mariam tidak pernah memiliki kontak dengan ular sebelumnya dan tidak tahu mengapa ia sangat takut terhadap ular. Ketika dihadapkan dengan ular, ia mengalami rasa  takut  yang luar biasa.

          Terapi yang akan dijalani Mariam adalah exposure therapy in vivo yang dilakukan dengan cukup singkat, dimana ia dihadapkan langsung deengan objek yang menjadi sumber rasa takutnya, yaitu ular. Sebelum terapi dimulai, seorang Psikolog melakukan wawancara terlebih dahulu dengan Mariam. Seorang Psikolog tersebut memberi tantangan kepada Mariam untuk menghadapi objek yang menjadi sumber rasa takutnya, yaitu ular, namun tidak ada pemaksaan dari Psikolog. Mariam menjalani terapi dan disaksikan oleh rekan-rekannya diruangan tersebut. Psikolog membantu Mariam untuk mengatas apa yang disebut dengan Catastrophic belief, atau keyakinan akan suatu kemungkinan yang terburuk akan terjadi. Catastrophic belief yang dimiliki Mariam adalahKetika seekor ular bergerak bebas, ia tidak bisa lari kemana pun. Mariam tidak secara langsung dihadapkan dengan ular dari jarak yang dekat. Pertama-tama, Psikolog  meletakan ular yang dibiarkan bergerak bebas dalam ruangan yang jaraknya hanya beberapa meter dengan Mariam. Ketika Mariam menatap gerak-gerik ular, seorang Psikolog tersebut menemani Mariam tepat disampingnya dan meyakinkan bahwa tidak ada hal buruk yang terjadi.

             Tahap berikutnya, seorang Psikolog membiarkan ular tersebut melilit lengannya dan memperlihatkannya kepada mariam selama dua menit. Mariam tampak takut dan berusaha untuk menjauh, namun Psikolog mengatakan dan menunjukan kepada Mariam bahwa hal ini baik-baik saja.  Setelah 8 menit, Psikolog mencoba untuk mendekatkan jaraknya dengan Mariam. setelah 15 menit kemudian, Psikolog duduk dengan ular ditangannya dengan jarak yang lebih dekat dengan Mariam.  Setiap jarak objek didekatkan dengan Mariam, ia diinstruksikan untuk relaksasi dengan bernapas dalam dan perlahan. Setelah itu, Mariam diinstruksikan untuk duduk lebih dekat dan berhadapan dengan Psikolog tersebut dan memperhatikan ular yang ada ditangan Psikolog. Secara perlahan, kecemasan yang dialami Mariam terus berkurang dan Mariam terus membaik.
Setelah beberapa saat, Mariam mencoba untuk memberanikan diri mendekatkan jaraknya dengan ular tanpa instruksi dari Psikolog. Semakin Mariam berusaha mendekat dengan objek yang menjadi sumber rasa takutnya, kecemasannya berangsur-angsur hilang. Setelah terapi berjalan selama satu jam. Mariam akhirnya berusaha untuk menyentuh ular yang berada ditangan seorang Psikolog tersebut lalu memberanikan diri untuk mengelus ular itu lebih lama dan berulang-ulang.  Psikolog tersebut lalu meyakinkan dan membuktikan kepada Mariam bahwa tidak ada hal buruk terjadi ketika Mariam sudah berani untuk menyentuh bagian kepala ular tersebut.  Psikolog mencoba untuk lebih mendekatkan ular tersebut lebih dekat lag dengan Mariam, yaitu mneletakan ular tersebut dipangkuan Mariam. 

          Psikolog kembali menguji Catastrophic belief yang dimiliki oleh Mariam, yaitu ular dalam keadaan bebas. Ular diletakan dan dibiarkan bergerak bebas dilantai, tepat disamping Mariam, dan Mariam mampu untuk tenang. Dan pada sesi terkahir, Psikolog mengalungkan ular tersebut dileher Mariam dan juga melakukan simulasi keadaan dimana ular melilit pinggang Psikolog, dan Mariam dimintai untuk melepaskan ular tersebut dari pinggang Psikolog. Mariam merasa kecemasannya telah hilang dan ia merasa lebih baik dan tenang saat menghadapi ular. Terapi hanya berjalan selama tiga jam, namun memiliki hasil yang sangat efektif dan memuaskan.

 Nama : Rizqi Bayumantari
NPM : 19514738
Kelas : 3PA01

Minggu, 09 April 2017




Jenis-jenis Psikoterapi dari Tiga Aliran Besar dalam Psikologi

Psikoanalisis

Psikoanalisis memiliki beberapa macam jenis psikoterapi, seperti Asosiasi bebas, Therapeutic Transference, dan Interpretasi. Psikoterapi dalam aliran Psikoanalisis disebut Psychoanalitic Therapy atau terapi psikoanalisis. Terapi psikoanalisis adalah treatmen psikologis yang menggunakan teori-teori yang dikembangkan oleh Sigmund Freud, penemu dan pendiri Psikoanalisis. Inti dari terapi psikoanalisis adalah untuk mengetahui bagaimana ketidaksadaran atau pikiran bawah sadar mempengaruhi pikiran dan perilaku seseorang. Terapi Psikoanalisis memiliki tujuan, yaitu mengembangkan insight dan resolusi dari masalah klien.
Terapi Psikoanalitik mencoba untuk melihat pengamalan masa kanak-kanak (pengalaman awal) dan melihat apakah kejadian yang terjadi pada masa lalu mempengaruhi keadaan diri seseorang saat ini.  Biasanya, terapi dengan pendekatan Psikoanalitik bersifat long-term atau jangka panjang dan berkelanjutan untuk beberapa minggu atau bahkan menahun, tergantung dari seberapa dalam permasalahan klien.
Berbeda dengan beberapa terapi dengan pendekatan lain, terapi Psikoanalitik memiliki tujuan untuk merubah kepribadian dan juga perkembangan emosi.  Terapi Psikoanaltik memiliki beberapa asumsi dalam memandang suatu masalah yang terjadi, yaitu :

1. Akar masalah Psikologis berada di ketidaksadaran
2. Simptom-simptom yang nampak pada seseorang disebabkan  oleh gangguan yang bersifat laten dalam    diri    individu
3. Masalah Psikologis terjadi karena adanya masalah yang tidak selesai  atau terselesaikan pada masa perkembangan seseorang atau bisa karena pengalaman traumatis yang direpres.
4. Treatmen dari Terapi Psikoanalitik mencoba untuk menarik konflik yang ditekan tersebut ke permukaan (mengangkatnya dari ketidaksadaran) yang mana akan klien akan hadapi
Macam-macam Terapi Psikoanalitik

1. Asosiasi Bebas
Asosiasi Bebas adalah terapi dimana klien bebas mengungkapkan atau berkata-kata apa saja yang ada didalam pikirannya. Terapis tidak membatasi kata-kata yang diungkapkan oleh klien, sekalipun itu kata-kata yang cenderung kotor. Tidak ada ungkapan dari klien yang dianggap salah ataupun benar. Klien hanya harus mengungkapkan apa saja yang ada dipikirannya.  Terapis akan terus mendorong klien untuk bicara sehingga klien bisa merasakan kembali emosi dari penglaman masa lalunya yang ditekan, lalu dapat diketahui pola-pola permasalahan dan hubungannya dengan masalah yang terjadi pada saat ini. 

2. Therapeutic Transference
Terapi ini mencoba untuk menghubungkan pikiran dan perasaan klien dengan orang-orang yang memiliki pengaruh sangat kuat pada masalah yang dihadapi klien saat ini dengan menjadikan terapis seakan-akan orang penting tersebut. Namun, terapi jenis ini tidak bisa digunakan untuk semua kasus. Terapi ini mencoba untuk meberikan insight pada klien bagaimana menghadapi permasalahan yang dihadapi klien pada saat ini dan orang yang memiliki peran besar dalam permasalahan klien. 

3. Interpretasi
Terapis memberikan interpretasi terhadap apa yang diungkapkan oleh klien. Terapis mencoba untuk memaknai apa yang terjadi diantara pengalaman masa lalu klien dengan masalah saat ini. pada teknik ini, biasanya Terapis juga akan menanyakan dan menggali mengenai mimpi klien. Freud menganggap bahwa mimpi adalah sumber penting dalam mengetahui apa isi dari ketidaksadaran seseorang.

Behaviorisme

Dalam pandangan Behavioristik, perilaku manusia dibentuk oleh lingkungan.  Perilaku manusia ditentukan oleh budaya yang ada pada lingkungannya. Namun, pandangan bevioristik yang terbaru juga mempertimbangkan bahwa manusia tidak selalu ditentukan oleh lingkungan. Karena manusia memilki kemampuan untuk menentukan sendiri perilakunya. Pandangan  Behavioristik menekankan adanya proses belajar dan kondisi-kondisi tertentu dalam lingkungan yang membentuk suatu perilaku.
Behaviorisme memandang suatu gangguan psikologis  berkembang dengan cara yang sama dengan perilaku normal, yaitu karena faktor lingkungan.  Asumsi dari perspektif Behavioristik,Perilaku abnormal adalah :

1. Abnormalitas sesuatu yang dipelajari
2. Abnormalitas berkembang lewat prinsip Classical dan Operant Conditioning, dan juga social learning
3. Dan apabila Abnormalitas tersebut mendapatkan positif reinforcement, Abnormalitas itu akan menetap dan berulang. Jika Abnormalitas itu diikuti oleh Punishment, maka abnormalitas akan berhenti.

Macam-macam Terapi dalam pendekatan Behavioristik

Desensitisasi Sistematis
Terapi ini sering digunakan untuk mengatasi Fobia-fobia, seperti ketakutan akan ular, kucing, atau fobia akan situasi tertentu, seperti ketakutan akan ketinggian, ketakutan akan situasi dimana terdapat banyak orang, atau ketakutan akan orang lain. Terapi ini dapat digunakan untuk mengatasi masalah yang berkaitan dengan kecemasan. Terapi ini dilangsungkan dengan cara membimbing Klien untuk merelaksasikan diri ketika dihadapkan dengan apa yang ditakutinya. Klien dihadapkan dengan sesuatu yang membangkitkan kecemasannya dengan cara bertahap. Contoh, Klien memiliki rasa takut dan cemas yang luar biasa terhadap kucing. Klien pertama-tama diinstruksikan untuk membanyangkan kucing dalam benaknya, apabila klien tidak merasakan apa-apa, Klien dihadapkan dengan gambar kucing, apabila klien mulai cemas, terapis membimbingnya untuk merelaksasikan diri, setelah tuntas klien dihadapkan dengan kucing dari jarak tertentu, apabila klien cemas, klien diinstruksikan kembali untuk merelaksasikan diri, sampai klien mampu untuk dekat dengan kucing, dan memiliki keberanian untuk menyentuh kucing tersebut.

Modeling Method
Metode ini mengasumsikan bahwa perilaku dapat muncul dari hasil proses observasi, belajar mengamati. Metode ini menekankan untuk modifikasi perilaku. Contoh, seseorang yang memiliki fobia terhadap kucing dipertontonkan video seseorang yang menyentuh dan memeluk kucing, dan orang dalam video tersebut tidak mengalami apa-apa dengan kucing itu.

Self-Directed Behavior
Terapi ini mengharuskan klien untuk menentukan sendiri perilaku klien yang seperti apa yang ingin sekali dimodifikasi atau klien ubah. Klien diinstruksikan untuk membuat sebuah catatan mengenai masalahnya saat ini, apa yang menjadi faktor-faktor dalam masalahnya, apa yang klien rasakan dan pikirkan, dan mencoba untuk menuliskan apa yang harusnya klien lakukan. Contohnya, seorang klien akan makan banyak sekali ketika ia pergi bersama teman-temannya, lalu Klien dibimbing oleh terapis untuk membuat pilihan apa saja yang harus dilakukan untuk tidak makan terlalu banyak, misalkan dengan cara makan sendirian.  Dan apabila klien berhasil, klien dibolehkan untuk memberikan reward positif untuk dirinya. Misalkan, Klien ingin sekali olahraga namun klien terlalu sibuk, ketika klien berhasil meluangkan waktu dan melakukan olahraga, klien dibolehkan untuk merayakannya kecil-kecilan. 

Cognitive Behavior Therapy (CBT)
Para ahli yang tergabung dalam National Association of Cognitive-Behavioral Therapists (NACBT), mengungkapkan bahwa definisi dari cognitive-behavior therapy yaitu suatu pendekatan psikoterapi yang menekankan peran yang penting berpikir bagaimana kita merasakan dan apa yang kita lakukan. (NACBT, 2007). Terapi ini adalah kombinasi dari terapi kognitif dan perilaku. Terapi ini memiliki asumsi bahwa bagaimana individu berpikir akan mempengaruhi emosi dan perilakunya. Contohnya, pada kasus dimana Klien mengalami depresi. Depresi yang berkelanjutan lebih diakibatkan karena pemikiran klien yang keliru atau terdistorsi, seseorang dengan depresi cenderung melihat dari sisi buruk dari segala hal. Dengan CBT, terapis mencoba untuk memutar balikan pemikiran klien, yaitu pemikiran yang selalu memandang negatif segala hal. Terapis mencoba untuk menampilkan fakta-fakta yang bertentangan dengan pikiran negatif klien.  Dari segi kognisi, CBT mengubah cara berpikir, apa yang klien yakini, sikap, dan pandangan klien terhadap masalah klien. Dari segi perilaku, CBT mencoba untuk mengubah perilaku yang salah pada klien dalam menghadapi masalahnya.


Humanistik

Aliran Humanistik dalam perkembangan Psikologi, muncul dari reaksi ketidakpuasan atas teori yang mengatakan bahwa manusia dikendalikan oleh ketidaksadaran dan juga teori yang mengatakan bahwa manusia ditentukan oleh lingkungan atas setiap perilakunya. Para ahli dari psikologi humanistik menganggap bahwa untuk memahami manusia, Psikologi harus berfokus pada apa yang dirasakan oleh individu tersebut. Psikologi humanistik tidak terlalu fokus pada perilaku, melainkan membantu individu untuk meningkatkan kemampuan dirinya untuk hidup yang lebih sukses.  Humanistik memandang bahwa manusia memiliki potensi untuk menjadi lebih baik.
Beberapa Psikoterapi dalam aliran Humanistik antara lain :

Client Centered Therapy

Client Centered Therapy, atau terapi yang terpusat pada klien, adalah psikoterapi yang dikembangkan oleh Carl R. Rogers. Asumsi dasar dari Psikoterapi ini adalah bahwa individu memiliki kemampuan untuk mengaktualisasikan dirinya. Dalam Client Centered Therapy, terapis berusaha untuk menemukan potensi apa yang dapat dikembangkan oleh klien sehingga klien dapat sukses.  , terdapat dua istilah dalam Client Centered Therapy. Yaitu Congruence dan Unconditional Positive Regard. Congruence mengacu pada terapis membimbing Klien untuk memaknai pengalaman klien. Unconditional Positive Regard mengacu pada bahwa terapis menerima kondisi klien apa adanya. Klien diberikan kebebasan untuk mengekspresikan dan mengungkapkan apa yang sedang dihadapinya.  Dalam terapi ini, Terapis hanya sebagai fasilitator bagi klien. Klien didorong dan dibimbing untuk menentukan sendiri apa yang akan mereka realisasikan untuk mencapai apa yang diinginkan klien. Klien memiliki tanggungjawab untuk dirinya sendiri terhadap apa saja keputusan yang klien buat. 

Rational Emotive Therapy
Rational Emotive Therapy adalah bentuk terapi yang dikembangkan oleh Albert Ellis, seorang doktor dan ahli Psikologi. Dengan terapi ini, klien dipandang sebagai manusia yang sebgaimana adanya.  Manusia adalah mahkluk yang memiliki kesadaran penuh akan dirinya dan berbagai hal yang dihadapinya. Manusia memiliki kebebasan dalam berpikir dan berkehendak. Terdapat konsep yang dikembangkan oleh Albert Ellis, yaitu Antecedent Event (A), Belief (B), Emotional Consequences (C), atau disingkat dengan konsep ABC.
Antecedent Event, yaitu berbagai peristiwa yang dialami oleh individu, perilaku indivu dan sikap terdahulu, maupun perlakuan orang lain.  Belief, adalah yaitu pandangan atau sikap individu terhadap persitiwa yang pernah dialami oleh individu. Pandangan dan sikap tersebut membentuk sebuah keyakinan, keyakinan tersebut dapat bersifat rasional dan tidak rasional. Emotional Consequences adalah konsekuensi emosional yang terjadi pada individu yang terbentuk dari belief terhadap Antecendent Event.
Pendekatan rational emotive merupakan konseling yang menekankan kebersamaan antara berpikir dengan akal sehat (rational thinking), berperasaan (emoting), dan berperilaku (acting), serta sekaligus menekankan bahwa suatu perubahan yang mendalam dalam cara berpikir dapat menghasilkan perubahan yang berarti dalam cara berperasaan dan berperilaku (Winkell, 1997 : 429).
Rational Emotive Therapy mencoba untuk mengubah pandangan-pandangan negatif dan tidak logis pada klien terhadap dirinya, dengan pandangan yang lebih logis.

Logotherapy
Logoterapi pertama kali dikembangkan oleh Viktor Frankl.  Logoterapi terbentuk dari dua kata bahasa yunani, Logos artinya makna, dan terapi yang berarti penyembuhan. Logoterapi menekankan bahwa hidup individu memiliki sebuah makna. Setiap kejadian yang dialami oleh individu pasti memiliki makna. Makna tersebut adalah nilai dari kehidupan individu. Dalam kehidupan, individu juga memiliki kebebasan untuk menentukan hidupnya. Manusia memiliki kebebasan untuk memaknai dan memilih makna hidupnya. Manusia juga memiliki kemampuan untuk bersikap atas segala sesuatu yang terjadi pada dirinya. Tujuan dari terapi ini adalah untuk menemukan dan mengembangkan potensi yang ada pada individu sehingga individu tersebut dapat menemukan makna hidupnya. 

Sumber :
www.google.com

Nama : Rizqi Bayumantari
NPM : 19514738
Kelas : 3PA01